Indonesia kembali Bawa Isu Pembangunan Ekonomi untuk Pengentasan Kesenjangan dalam KTT ASEAN Summit ke-31

KTT ASEAN Summit
Presiden RI Joko Widodo bersama sejumlah pimpinan negara lain dalam KTT ASEAN Summit ke-31 di Manila, Filipina. (Foto: ABAC for Release Insider)

Release Insider | PEMERINTAH Indonesia kembali membawakan isu pentingnya role model pembangunan ekonomi untuk pengentasan kesenjangan dalam KTT ASEAN Summit ke-31 di Manila, Filipina. KTT ASEAN Summit ke-31 tersebut merupakan kelanjutan dari pembahasan forum APEC Business Advisory Council (ABAC) dan APEC Leaders pada KTT APEC ke-25 di Da Nang, Vietnam pada 10-12 Novermber lalu.

Peserta APEC sekaligus Ketua APEC Business Advisory Council (ABAC) Indonesia, Anindya N. Bakrie, mengatakan, Presiden Joko Widodo mengedepankan isu pemberdayaan ekonomi di setiap daerah sebagai salah satu upaya mengatasi kesenjangan tersebut.

”Presiden Joko Widodo terus memperjuangkan isu kesenjangan dalam diplomasi international yang melibatkan 21 pimpinan negara APEC tersebut. Kesenjangan ekonomi terjadi di mana-mana, bukan hanya pada negara berkembang, melainkan juga pada negara maju. Indonesia sangat baik dijadikan role model dari berbagai pencapaiannya terutama 3 tahun terakhir ini,” ujar Anindya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/11).

Baca juga: Langkah Strategis untuk Pertumbuhan Ekonomi

Selama ini baik negara-negara anggota ASEAN maupun APEC mengalami pertumbuhan trade dan investment yang cukup pesat, namun isu mengenai kesenjangan ekonomi masih terjadi di negara-negara tersebut. Karena itu, Presiden menggarisbawahi bahwa apapun yang akan dilakukan haruslah menyoroti kesenjangan yang terjadi termasuk cara menanggulanginya.

Dibutuhkan suatu ekuilibrium yang bisa menyelaraskan antara growth and equity, sehingga tercipta ekonomi berkeadilan. Pemerintah Indonesia pun telah merampungkan berbagai program ”inclusive growth”.

Program ”inclusive growth” yang telah dirampungkan pemerintah Indonesia, antara lain yang pertama adalah program dana desa dan penguatan kelembagaan dana desa. Pemerintah bukan hanya mendistribusikan dana desa senilai Rp800 juta per desa namun juga memperdayakan dana tersebut sebagai cash for work.

Program ini dilakukan karena desa adalah entitas terkecil penggerak ekonomi bangsa. Pada 2017, total dana desa mencapai Rp60 triliun.

Yang kedua, program UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Pemerintah memberikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada para pelaku UMKM untuk menurunkan angka kesenjangan ekonomi yang terjadi. Plafon KUR pada 2017 ini ditetapkan sebesar Rp106,2 triliun.

Lalu yang ketiga, program ekonomi digital. Pemerintah Indonesia melihat bahwa ekonomi digital tidak hanya menciptakan ”innovative growth” namun juga membawa dampak disruptif terhadap kondisi yang sudah mapan sebelumnya. Pemerintah harus mengambil posisi yang tepat dalam memfasilitasi transformasi yang tidak selalu mulus dengan tetap memprioritaskan pembangunan inklusif, berkelanjutan, dan penciptaan kesempatan kerja yang produktif.

Baca juga: Power Booster untuk 12 Paket Kebijakan Ekonomi

Presiden Amerika Serikat, Donald Trumph dalam pidatonya saat KTT APEC di Da Nang menyampaikan apresiasinya kepada Indonesia atas kemampuan mengentaskan kesenjangan hingga menjadi negara dengan pertumbuhan tercepat di G-20.

Selain isu Kesenjangan, Presiden Joko Widodo mengangkat pula isu Ekonomi Maritim (maritime economy). Ke depannya, ekonomi maritim haruslah menjadi salah satu sektor yang diandalkan dalam pembangunan ekonomi negara-negara yang tergabung dalam ASEAN. Terlebih lagi, dua per tiga wilayah APEC dan ASEAN adalah perairan, dan ini mirip dengan Indonesia.

Ekonomi maritim (maritime economy) memberikan dampak efektif pada konektivitas yang berpengaruh terhadap biaya tranportasi atau pengiriman menjadi lebih murah. Selain itu juga berdampak pada aqua culture, yakni pemberdayaan iklim lingkungan laut agar dapat berkembang.

”Sama seperti dalam pertemuan KTT APEC di Da Nang Vietnam kemarin, Presiden Joko Widodo melihat bahwa perairan menjadi salah satu sektor ekonomi yang sangat penting. Terlebih lagi tujuh negara ASEAN merupakan anggota dari APEC, sehingga usulan ini bisa menjadi role model pada ASEAN Summit ke-31 di Manila Filipina,” jelas Anindya.

Beberapa dasar pemikiran Presiden Joko Widodo itu, menjadi visi dasar perjuangan ABAC Indonesia pada APEC pasca 2020. Tujuannya tak lain agar ekuilibrium antara pertumbuhan perekonomian dan keadilan tercipta bagi seluruh negara di Asia Pasifik sebagaimana landasan kerja sama KTT APEC Bogor Goals 1994 lalu.

Anindya Bakrie selaku ketua ABAC Indonesia yang mendampingi Presiden Joko Widodo pada KTT APEC di Da Nang, ikut merumuskan berbagai pembahasan yang menjadi isu penting bagi Indonesia pada pertemuan ABAC yang telah berlangsung sebelumnya pada 5-8 Nomber 2017, hingga berlanjut pada pembahasan di KTT ASEAN Summit ke-31 di Manila, Filipina.

APEC yang didirikan pada 1989, pada tahun ini memasuki fase finalisasi ”Bogor Goals” mengenai liberalisasi perdagangan dan investasi pada 2020. Indonesia diharapkan untuk dapat terus berkontribusi. (ril)