Kadai Padang Mak Itam di Tasikmalaya Perkenalkan Kuliner Unik Kawa Daun

Kawa Daun
Kawa Daun, kuliner unik dari seduhan daun kopi yang disajikan dengan batok kelapa. (Foto: Inge Mangkoe/Release Insider)

Release Insider | KAWA Daun kini hadir di Kota Tasikmalaya. Kuliner unik khas Ranah Minang ini bisa dinikmati di Kadai Padang Mak Itam yang berlokasi di Jalan A.H. Nasution No 291, Mangkubumi, atau yang biasa disebut masyarakat setempat dengan jalan arah Garut.

Bagi masyarakat awam, apalagi di luar daerah Sumatera Barat, nama Kawa Daun mungkin masih belum populer. Begitu juga ketika Kadai Padang Mak Itam menyajikan Kawa Daun sebagai salah satu menu khasnya, banyak masyarakat yang mengernyitkan dahi saat mendengar namanya.

Apa itu Kawa Daun, dan bagaimana rasanya?

Menurut Pemilik Kadai Padang Mak Itam, Anton Madjid, kawa diambil dari bahasa Arab yaitu qahwah yang artinya kopi. Jadi, Kawa Daun adalah minuman yang terbuat dari seduhan daun kopi, bukan bijinya.

’’Rasanya seperti teh namun ada aroma kopinya. Di Tasikmalaya, baru di sini yang menyajikan Kawa Daun,’’ kata Anton.

Uniknya lagi, cara menikmati Kawa Daun bukan menggunakan gelas atau cangkir seperti biasanya, namun memakai tempurung alias batok kelapa. Di Sumatera Barat, Kawa Daun biasanya dinikmati dengan gorengan semisal pisang goreng atau bakwan.

Baca juga: Regenerasi Kuliner Nusantara

Kawa Daun menyimpan kisah kelam yang sungguh menyayat hati. Di zaman penjajah Belanda, masyarakat Minang sama sekali tak bisa menikmati kopi yang diolah dari bijinya. Sebab, seluruh biji kopi dikirim ke Eropa.

Ketika itu, pada 1840, Gubernur Jenderal Van den Bosch menerapkan tanam paksa kopi di Ranah Minang menyusul keberhasilan di Tanah Jawa 10 tahun sebelumnya. Kopi adalah komoditi bernilai tinggi di Eropa sehingga keuntungan yang diraup sungguh luar biasa bagi Belanda.

Akibat harganya yang tinggi itu, semua biji kopi harus diserahkan ke gudang kopi alias koffiepakhuis tanpa boleh tercecer sebijipun. Lalu muncul sebutan pakuih kopi bagi pegawai pribumi yang mengurus gudang kopi ini dan mereka terciprat ikut menjadi kaya.

Akan tetapi, malang bagi masyarakat kebanyakan. Mereka hanya boleh menanam saja tanpa boleh mencicipi rasa minuman kopi yang diolah dari bijinya. Kopi dianggap sebagai minuman para dewa yang tak terjangkau tangan.

Saking inginnya mencicipi kopi, masyarakat Minang pun terpaksa menyeduh daunnya. Meski rasanya tak sama dengan biji kopi, namun aroma kopi yang dihasilkan dari seduhan daunnya, cukup membuat mereka puas kala itu.

Cukup lama juga masyarakat Minang tak bisa mencicipi kopi dari biji. Penderitaan mereka baru berakhir pada 1908 ketika tanam paksa kopi diganti dengan penerapan belasting atau pajak.

Meski demikian, tradisi minum air daun kopi tidak ikut berhenti. Bahkan, terus dibudayakan hingga sekarang.

Baca juga: Tongseng, Kuliner Nikmat Sarat Legenda

Manfaatnya untuk kesehatan

Tidak seperti kopi yang umumnya berwarna hitam pekat dengan serbuk biji-bijiannya yang mengendap, Kawa Daun justru terlihat lebih mirip air seduhan teh. Salah satu kelebihannya adalah kandungan kafeinnya lebih ringan jika dibandingkan dengan air kopi biasa.

Karena itu, Kawa Daun cocok dijadikan minuman kopi alternatif yang bersahabat bagi mereka yang memiliki alergi terhadap kopi biasa. Para peneliti menilai, selama ini daun kopi diabaikan karena orang lebih mengedepankan biji kopi yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Meski demikian, mereka yakin bahwa daun kopi bisa menjadi minuman sehat baru, selain teh hitam atau teh hijau.

Teh daun kopi memiliki rasa yang membumi, tak sekuat teh, dan juga tak sepahit kopi. Minuman yang penuh nutrisi ini diketahui mampu menurunkan risiko diabetes dan penyakit jantung.

Dr Davies dan Dr Claudine Campa dari Joint Research Unit for Crop Diversity, Adaptation and Development, melakukan tes terhadap 23 spesies tanaman kopi. Hasilnya, daun pada tujuh spesies tanaman kopi mengandung mangiferin yang tinggi.

Dr Davies menemukan sampel teh daun kopi dalam koleksi Kew yang berusia hampir 100 tahun. Pada saat itu, produsen kopi di Sumatera dan Jawa diketahui berusaha mempopulerkan teh daun kopi di Inggris dan Australia.

Baca juga: Chef dan Barista Unjuk Gigi di Food and Hotel Indonesia 2017

Selain aroma dan rasanya yang nikmat dan segar ketika dijadikan minuman, daun kopi ternyata juga memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Di antaranya adalah mengobati penyakit kurap. Caranya dengan mencampur dan menumbuk beberapa lembar daun kopi bersama semut hitam, kemudian setelah lumat, digosokkan ke bagian tubuh yang terkena kurap. Ulangi terus setiap hari sampai sekitar satu minggu.

Selain itu, mampu menurunkan tekanan darah tinggi bagi penderita hipertensi. Caranya dengan mencuci dan merebus sekitar 20 helai daun kopi yang masih muda hingga mendidih, aduk perlahan hingga air rebusannya berubah warna menjadi kemerahan, kemudian campurkan dengan gula pasir atau gula batu. Minum selagi hangat. Atau bisa juga dengan cara memakan daun kopi ini secara langsung sebanyak 10 helai.

Manfaat lainnya adalah melancarkan saluran pernafasan bagi penderita sesak nafas. Cara ini sering dilakukan dengan cara mencampurair seduhan daun kopi dengan jahe.

Kawa Daun juga bisa menghangatkan badan atau menambah stamina dan vitalitas. Yaitu dengan cara mencampur seduhan daun kopi dengan telur dan madu.

Di dalam daun kopi juga terdapat mangiferin yang berguna untuk mengatasi inflamasi atau radang. Inflamasi adalah respons jaringan tubuh terhadap kerusakan. Saat terjadi inflamasi biasanya diikuti dengan peningkatan sel darah putih dengan cepat.

Gejalanya seperti terjadi peningkatan suhu tubuh, kemerahan di daerah yang mengalami peradangan, serta pembengkakan dan rasa sakit akibat peningkatan konsentrasi aliran darah. Akibat umum inflamasi adalah radang sendi, alergi, dan sakit kepala.

Kawa Daun
Tampak depan Kadai Padang Mak Itam di bilangan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya. (Foto: Inge Mangkoe/Release Insider)

Merawat budaya

Selain menyediakan Kawa Daun, Kadai Padang Mak Itam ini juga menjual lontong sayur untuk sarapan, dan sate padang di malam hari. Anton yang beristrikan seorang perempuan Sunda-Minang, ini mengaku sulit menemukan lontong sayur jika tengah berkunjung ke rumah keluarga di Tasikmalaya.

’’Ini menjadi salah satu alasan mengapa saya buka Kadai Padang Mak Itam. Saya ingin memberikan pilihan kuliner lain dari yang sudah ada di Kota Tasik ini,’’ ujar Anton.

Anton juga menjelaskan, dirinya secara bertahap akan menghadirkan menu khas lain dari Sumatera Barat. Mulai dari penganan kecil, hingga menu lauk yang menggugah selera.

’’Insya Allah. Yang jelas, tujuan saya, selain berbisnis, ingin juga mengenalkan budaya. Karena saya berasal dari Pariaman (Padang), saya ingin menyajikan kuliner khas Minang kepada masyarakat Tasikmalaya. Untuk minumannya, saat ini selain Kawa Daun, saya juga menyajikan Teh Telor,’’ tuturnya. (inx)