Release Insider | KEMENTERIAN Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumberdaya (Kemenko Maritim) menyiarkan drama Dapunta Hyang Sri Jayanasa di Radio Republik Indonesia (RRI). Drama Dapunta ini akan diputar setiap hari dalam rangka sosialisasi Gerakan Budaya Bersih dan Senyum (GBS)
Menurut Deputi IV Bidang Koordinasi SDM, Iptek dan Budaya Maritim, Safri Burhanuddin, drama radio Dapunta mengandung unsur sejarah dan budaya maritim.
”Rencananya, siaran drama Dapunta berskala nasional, akan diputar setiap hari di RRI Pro 2,” katanya usai penandatanganan nota kesepahaman dengan jajaran direksi RRI di Jakarta, Senin (6/2).
Safri menambahkan, pihaknya sengaja menggandeng RRI karena lembaga penyiaran radio tersebut memiliki jangkauan yang luas. ”Jangkauan RRI adalah aset yang dapat digunakan untuk mensosialisasikan pesan GBS secara baik,” ujarnya menambahkan.
Selain menyiarkan drama Dapunta, lanjut Safri, Kemenko Maritim juga menggelar lomba video dokumenter yang berdurasi 1-2 menit tentang keunikan dan kecantikan budaya Indonesia. Lomba ini akan diadakan pada Maret – Agustus 2017.
”Kami menyasar anak sekolah, mahasiswa, dan masyarakat umum untuk membuat film pendek sehingga diharapkan menjadi viral, dan semua masyarakat merasa ingin membuat film dokumenter ini. Karya yang menjadi finalis akan kami tayangkan sekitar Sepetember hingga Oktober dan dilanjutkan dengan pengumuman pemenang,” ucap Safri.
Baca juga: Pemanfaatan Dana KUR Perikanan Masih rendah
Dirinya mengharapkan, GBS dapat menyadarkan masyarakat untuk menjaga kebersihan, tingkat kesehatan, dan keindahan lingkungan, serta meningkatkan potensi pariwisata masing-masing daerah.
”Kunci untuk mempromosikan pariwisata adalah kebersihan dan keamanan. Kalau kebersihan dan keamanannya bagus, pariwisata akan meningkat,” kata Safri.
Safri juga mengemukakan, untuk program sampah laut, akan dilakukan pilot project di daerah Ciliwung dan Teluk Jakarta pada Maret-April 2017. Kegiatan ini akan melibatkan PMI, TNI, Komunitas Lingkungan, Kementerian Perhubungan, Pelindo, dan masyarakat Kepulauan Seribu.
”Tidak hanya angkat sampah saja, tapi kami juga akan melakukan edukasi, misalnya melalui sekolah atau komunitas, untuk menciptakan budaya bersih dan tetap bertahan untuk bersih,” kata Safri.
Gerakan ini akan menyasar wilayah hulu hingga ke laut dengan melakukan observasi terlebih dahulu pada titik titik kantong sampah yang ada di sepanjang Ciliwung hingga Teluk Jakarta.
”Pihak LHK sangat mendukung kegiatan ini, begitu juga dengan Marinir. Tapi memang kegiatannya akan dilakukan setelah pilkada Jakarta untuk menghindari kegiatan ini dari efek politis,” ucap Safri.
Maharaja Sriwijaya
Dapunta Hyang Sri Jayanasa adalah maharaja Sriwijaya pertama yang dianggap sebagai pendiri Kadatuan Sriwijaya. Namanya disebut dalam beberapa prasasti awal Sriwijaya dari akhir abad VII yang disebut sebagai ”prasasti-prasasti Siddhayatra”.
Prasasti-prasasti tersebut menceritakan perjalanan sucinya mengalap berkah dan menaklukkan wilayah-wilayah di sekitarnya. Ia berkuasa sekitar perempat terakhir abad VII hingga awal abad VIII, tepatnya antara kurun 671 masehi hingga 702 masehi.

Siapakah Dapunta Hyang Sri Jayanasa? Menurut I Tsing, seorang pendeta Buddha yang pernah mengunjungi Sriwijaya pada 671 dan tinggal selama enam bulan, terkesan akan kebaikan raja Sriwijaya waktu itu. Raja tersebut kemudian dihubungkan dengan prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya yang juga berada pada abad ke-7, bertarikh 682 yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, merujuk kepada orang yang sama. Akan tetapi, beberapa sejarawan berbeda pendapat tentang penafsiran dari beberapa kata yang terdapat pada prasasti tersebut.
Baca juga: Nias, Surga Bahari yang Belum Tereksplor Maksimal
Menurut Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 605 saka (683 masehi), menceritakan seorang Raja bergelar Dapunta Hyang melakukan Siddhayatra (perjalanan suci) dengan naik perahu. Ia berangkat dari Minanga Tamwan dengan membawa satu armada dengan kekuatan 20.000 bala tentara menuju ke Matajap dan menaklukan beberapa daerah.
Beberapa prasasti lain yang ditemui juga menceritakan Siddhayatra dan penaklukkan wilayah sekitar oleh Sriwijaya, yaitu prasasti yang ditemukan di Kota Kapur di Pulau Bangka (686 masehi), Karang Brahi di Jambi Hulu (686 masehi) dan Palas Pasemah di selatan Lampung, semua menceritakan peristiwa yang sama.
Dari keterangan prasasti-prasasti ini, dapat disimpulkan bahwa Dapunta Hyang mendirikan Kerajaan Sriwijaya setelah mengalahkan musuh-musuhnya di Jambi, Palembang, Selatan Lampung dan Pulau Bangka,[8] dan bahkan melancarkan serangan ke Bhumi Jawa yang mungkin menyebabkan keruntuhan kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat. (aan)