Kota Gading Serpong yang Menjadi Buah Bibir

Gading Serpong
Wajah Kota Gading Serpong di malam hari. (Foto: IST)

Release Insider | KOTA Gading Serpong saat ini tengah menjadi buah bibir. Pertumbuhan kota ini dinilai tercepat, bukan hanya di Indonesia, tapi juga dunia.

Wajah Kota Gading Serpong yang masuk dalam Provinsi Banten, saat ini memang jauh sekali berbeda dengan 10 tahun sebelumnya. Jika dulu kota ini masih dipenuhi oleh hutan karet, kini dibanjiri produk-produk properti dan gedung-gedung tinggi.

Kota dengan populasi 6,5 juta orang ini sekarang menjelma menjadi kota mandiri dengan infrastruktur yang mumpuni. Saat ini, ada dua pengembang besar yang menggarap Kota Gading Serpong, yakni PT Summarecon Agung Tbk., dan PT Paramount Enterprise International.

Gaya hidup masyarakat urban di Kota Gading Serpong pun begitu dinamis dan modern. Begitu Anda menjejakkan kaki di kota ini, aura glamor akan langsung terasa.

Betapa tidak? Di kota yang ’’bertetangga’’ dengan Bumi Serpong Damai (BSD) City itu dikelilingi hunian berdesain cantik dan menawan. Belum lagi fasilitas penunjangnya seperti sekolah, rumah sakit bertaraf internasional, mal, dan lainnya, ikut menambah keistimewaan Kota Gading Serpong.

Bukan hanya glamor, kota ini juga begitu bersih, hijau, dan tertata rapi. Sesaat, bagi Anda yang sudah sumpek dengan wajah Jakarta, akan langsung merasa berada di ’’planet’’ lain ketika berada di Kota Gading Serpong. Bahkan, tak sedikit orang bilang, ’’Tak perlu jauh-jauh ke luar negeri, Gading Serpong sudah mewakilinya.’’

Seperti yang diungkapkan M. Nawawi, Associate Director Sales & Marketing Paramount Land sebagai the property arm of Paramount Enterprise, lokasi Gading Serpong yang tepat berada di tengah-tengah permukiman lain seperti Lippo Karawaci, Alam Sutera, dan BSD City, merupakan keunggulan tersendiri yang tiada tandingannya.

Tak heran jika Kota Gading Serpong menjadi new economic hub dan menjelma sebagai pusat bisnis paling sibuk dibanding area lainnya di daerah itu. ”Pertumbuhan Gading Serpong memang menakjubkan,” ujarnya.

Hal senada pun pernah diungkapkan Ali Tanghanda, CEO Indonesia Properti Watch (IPW). Ia menilai, kawasan Gading Serpong terus tumbuh subur dan berkembang dengan baik karena tersedianya kawasan hunian, tempat pendidikan, pusat hiburan, perkantoran, hingga rumah sakit.

’’Gading Serpong juga sudah terkoneksi dengan kawasan berkembang atau pusat bisnis lain di Tangerang, seperti Alam Sutera, BSD City, dan Lippo Village Karawaci. Ini membuat laju pertumbuhan ekonomi Gading Serpong akan terus meningkat,” ujarnya.

Selain itu, tambah Ali, yang mengkatrol gairah ekonomi di Kota Gading Serpong adalah adanya akses tol langsung dari dan menuju wilayah tersebut.

’’Akses merupakan syarat utama sebuah kawasan bisa berkembang. Keberadaan tol ini menjamin perkembangan Gading Serpong ke depan,’’ ucapnya.

Bagaimana dengan tanggapan masyarakat yang sudah tinggal di sana?

Liliana (35), seorang pengusaha travel yang tinggal di sebuah klaster besutan Summarecon, mengungkapkan rasa puasnya. Ia bahkan berani memindahkan kantornya di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara, ke Gading Serpong.

’’Di sini suasananya beda. Nyaman untuk tinggal dan bekerja. Makanya saya berani membeli ruko dan akhirnya berkantor di sini,’’ kata Liliana.

Ibu dua anak ini juga mengaku betah tinggal di Gading Serpong. Selain fasilitas sekolah untuk anak-anaknya yang sudah tersedia lengkap, Gading Serpong juga bebas dari sumpek. ’’Pokoknya happy deh,’’ ucapnya.

Hal senada diungkapkan Herman, warga Gading Serpong yang membuka usaha bengkel motor. Menurutnya, kawasan tersebut sangat potensial untuk bisnis. ’’Keren. Itu aja komentar saya,’’ ujarnya singkat.

Boleh dibilang, hampir seluruh warga Gading Serpong merupakan masyarakat urban. Kendati demikian, bukan berarti warga asli setempat sudah menghilang. Sebagian besar warga asli masih tinggal di sana, meski tidak di real estate.

Walaupun begitu, mereka juga ikut terkena dampak perubahan yang cepat ini. Harga lahan mereka yang dulu hanya dihargai Rp50 ribu per meter, kini terus naik ribuan kali lipat. Ketika lahan mereka dibeli pengembang, harganya sudah mencapai Rp3 jutaan per meter.

Tingkat kehidupan warga asli setempat pun ikut mengalami perubahan yang signifikan. Gaya hidup mulai ’’mengikuti’’ perkembangan, seiring masuknya masyarakat urban ke sana. Terpenting lagi, daya beli mereka pun bertumbuh karena terbukanya lapangan pekerjaan di sana. (inx)