Release Insider | SERTIFIKASI tenaga kerja konstruksi sangat dibutuhkan dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Hal ini pula yang mendorong Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberikan sertifikasi tersebut kepada 1.737 pekerja konstruksi.
Selain menjadi jaminan kualitas, sertifikasi tenaga kerja konstruksi juga bertujuan untuk melindungi para pekerja agar memiliki nilai tambah dan siap menghadapi liberalisasi perdagangan ASEAN 2015 dan Asia Pasifik 2020.
’’Sertifikasi tenaga kerja konstruksi ini juga dapat melindungi badan usaha jasa konstruksi (BUJK) nasional agar memiliki tenaga kerja yang kompeten dan produktif,’’ demikian penjelasan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
Baca juga: Indonesia Butuh Pelaku Jasa Konstruksi yang Kompeten
Sebagai tindak lanjut langkah percepatan sertifikasi tersebut, Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Bina Konstruksi (DJBK), menyelenggarakan Uji Kompetensi dan Sertifikasi Tenaga Kerja Terampil dan Bimbingan Teknis Tenaga Ahli.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Yusid Toyib, resmi membuka kegiatan tersebut pada Rabu, 26 Oktober 2016. Kegiatan yang berlangsung di Pintu VII Gelora Bung Karno Jakarta, ini diikuti oleh sebanyak 1.989 peserta, yang terdiri dari 1.737 peserta Sertifikasi Tenaga Kerja Terampil serta 252 peserta Bimbingan Teknis Tenaga Ahli.
Tenaga kerja konstruksi yang disertifikasi pada kegiatan ini adalah para pekerja di kegiatan-kegiatan strategis di internal Kementerian PUPR dan proyek strategis BUMN, juga dari pihak swasta. Proses sertifikasi dilaksanakan melalui teleconference. Peserta berada di tiga tempat yaitu Gelora Bung Karno, Tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan), serta Gedebage (Bandung).
Yusid mengatakan, peran pembinaan jasa konstruksi untuk menciptakan tenaga kerja yang berdaya saing tinggi dan siap menghadapi persaingan global, sangatlah penting. Ia juga menegaskan kepada para tenaga kerja konstruksi untuk dapat menerapkan sistem keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) dalam menjalankan pekerjaannya.
’’Jangan lupa untuk menerapkan SMK3 setiap kali bekerja karena itu untuk kebaikan kita sendiri. Jangan hanya karena proyeknya diawasi oleh pemilik modal asing,” ujarnya.
Hal tersebut ditegaskan Yusid mengingat rentannya kecelakaan konstruksi dan kegagalan bangunan yang terjadi pada bangunan dan proyek infrastruktur. Ia mencontohkan, runtuhnya jembatan penyeberangan orang di Pasar Minggu, robohnya atap bandara Terminal 3 Ultimate, robohnya Jembatan Kuning di Klungkung Bali, dan robohnya jembatan Sekarteja di Lombok Timur yang menyebabkan korban jiwa.
Baca juga: Pembangunan Infrastruktur Indonesia Butuh Suntikan Dana Pihak Swasta
Kurangnya kompetensi pekerja konstruksi menjadi salah satu penyebab terjadinya kegagalan bangunan dan kecelakaan konstruksi. Karena itu, DJBK terus mendorong adanya sertifikasi tenaga kerja konstruksi sehingga kualitas pekerja konstruksi dapat dijamin dan diandalkan.
Untuk itu pula DJBK mendorong berbagai variasi model pelatihan yang difokuskan kepada jabatan kerja kunci yaitu manajer proyek, pengawas, mandor dan tukang. Sedangkan model pelatihannya antara lain dengan menggunakan model distance learning seperti pelatihan dengan menggunakan Mobile Training Unit (MTU), seminar dan kursus singkat, serta uji sertifikasi yang dilanjutkan dengan memberikan sertifikat terus ditingkatkan DJBK guna mencapai target tenaga kerja konstruksi bersertifikat pada 2019.
’’Sertifikasi kompetensi adalah target utama kita di masa mendatang. Ini untuk kebaikan dan kemajuan kita bersama. Mari kita tunjukkan pada dunia bahwa anak-anak bangsa Indonesia mampu bekerja berkualitas dan menghasilkan produk konstruksi yang membanggakan,” ucapnya. (ncy)