Tingkatkan Literasi Keuangan Masyarakat, OJK Perlu Bentuk Divisi Fintech

Divisi Fintech
Ilustrasi (Foto: IST)

Release Insider | KEBUTUHAN divisi fintech (financial technology) di dalam struktur Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sudah sangat mendesak. Sebab, divisi fintech nantinya mampu merespons secara cepat semua kebutuhan akan regulasi.

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Asosiasi Fintech Indonesia Adrian Gunadi, saat mendesak OJK menunjukkan komitmennya dalam pengaplikasian peraturan OJK No. 77/POJK.1/2016 dengan membentuk divisi sendiri. Adrian juga mengatakan, pembentukan divisi fintech penting karena perkembangannya sangat cepat.

’’Tingginya respons masyarakat akan ekspektasi penggunaan layananan pinjam meminjam sangat tinggi. Perkembangan skema P2P Lending juga begitu pesat, sehingga dibutuhkan divisi fintech yang mampu merespons secara cepat semua kebutuhan akan regulasi,” kata Adrian usai menyelenggarakan Rapat Kerja Tahunan Bidang P2P Lending AFTECH Indonesia di D-Lab Jakarta, Rabu (22/3).

Menurut Adrian, saat ini sedikitnya ada 157 perusahaan start-up fintech beroperasi aktif di Indonesia dengan nilai transaksi USD18,64 miliar, dan diprediksi akan terus berkembang.

’’Perkembangan ini terhadang oleh belum adanya kejelasan dari pihak OJK terkait perusahaan mana yang diberikan izin. Saat ini sudah ada 27 perusahaan yang mendaftar dan hanya menerima tanda bukti terima dokumen pendaftaran tapi belum menerima surat keterangan telah mendaftar. Katanya sih ada satu yang sudah terdaftar tapi harus dikonfirmasi lagi dengan OJK,” tutur Adrian.

Baca juga: Strategi Bisnis 2017 Fokus Pada Investasi

Adrian menekankan bahwa dari 70 perusahaan yang terdaftar di AFTECH, sudah tersalurkan dana lebih kurang Rp300 miliar.

’’Target AFTECH adalah bagaimana fintech dan perbankan bisa berkolaborasi dan menarik investor datang ke Indonesia, serta membantu sektor UMKM dengan teknologi digital, tapi tentunya dengan dukungan hukum dari regulator,” ucap Adrian.

Ketua Bidang P2P Lending AFTECH Indonesia Reynold Wijaya menyatakan dari Raker yang diikuti oleh 12 anggota, dikeluarkan dua kesepakatan.

’’Kita sepakat untuk mendesak OJK membentuk divisi fintech. Hal ini supaya industri fintech bisa tumbuh secara berkesinambungan dan kami juga menyepakati Code of Conduct bahwa platform yang ada harus memberi kontribusi terbaik bagi Indonesia,” ucap Reynold.

Terkait pergantian Dewan Komisioner OJK, Adrian menyikapi positif bahwa para kandidat akan mendukung kegiatan fintech Indonesia.

’’Saya yakin dengan spirit pengembangan fintech siapa pun kandidatnya karena fintech sudah menjadi industri besar di Indonesia. Asosiasi dan potensinya pun ada,” kata Adrian.

Potensi Besar

Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini, kian memudahkan segala transaksi dan kehidupan masyarakat. Fintech adalah berbagai inovasi yang menggabungkan fungsi Keuangan (financial) dengan teknologi.

Banyak pelaku usaha fintech start-up yang tumbuh dengan berbagai ide kreatif dan inovatif. Kehadiran mereka merupakan solusi alternatif atas kebutuhan masyarakat akan pelayanan jasa keuangan. Sebut saja seperti pembayaran, pengiriman uang, dan untuk mendapatkan pinjaman ke bank.

Nah, pemain-pemain baru di bidang fintech ini bertindak sebagai platform atau mediator yang memfasilitasi transaksi keuangan masyarakat, termasuk keputusan investasi dan alokasi aset dalam prosedur yang relatif sederhana. Fasilitasi keuangan tersebut juga dilakukan melalui aplikasi algoritma robotik berbasis jaringan internet (network) yang padat teknologi dan cenderung lintas batas (borderless).

Baca juga: Mengenal Pasar Modal Melalui Galeri Investasi Mobile

Pelaku rintisan di bidang fintech umumnya menjangkau segmen masyarakat atau dunia usaha yang rata-rata belum tersentuh sektor keuangan formal. Terlebih bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan kapasitas jangkauan sektor keuangan formal, atau tidak memenuhi kriteria-kriteria manajemen risiko sebagai syarat baku oleh sektor keuangan formal.

Berdasarkan data dari McKinsey pada 2016, industri Fintech secara global meningkat signifikan, dari sekitar 800 pelaku hingga mencapai lebih dari 2.000 pelaku dalam kurun waktu satu tahun.
Data lain menyebutkan bahwa total transaksi global fintech pada 2016 diperkirakan mencapai USD2.355 miliar.

Sementara di Indonesia, menurut data statistika, nilai transaksi fintech selama 2016 diperkirakan mencapai USD15,02 miliar. Hasil kajian Bank Indonesia juga menunjukkan bahwa akses pembiayaan dan konsumsi rumah tangga dari usaha Fintech, mampu memberi dorongan bagi pertumbuhan ekonomi. (aan)