Release Insider | TAHUKAH Anda jika tongseng ternyata merupakan kuliner nikmat yang begitu sarat legenda? Salah satu kuliner khas Jawa Timur yang berbahan daging kambing bahkan memiliki penggemarnya di seantero negeri.
Rasanya yang khas memang membuat banyak orang ’mabuk kepayang’ dengan sajian tongseng. Meski di sejumlah tempat mengalami modifikasi cara penyajian, namun tak meninggalkan otentik rasa.
Pengamat kuliner dari yang juga CEO PT Kelana Rasa, Arie Parikesit, mengungkapkan, tongseng mulai dikenal di Indonesia pada abad 18-19, seiring masuknya bangsa Arab dan India. Mereka lah yang memberikan pengaruh pada kuliner Indonesia dengan memperkenalkan pengolahan kambing dan domba.
Kreasi pertama yang muncul adalah sate kambing ala nusantara. Lalu, diikuti dengan munculnya gulai kambing yang memanfaatkan sisa kambing yang tidak digunakan untuk sate, seperti jeroan, dan dicampur dengan santan.
Dengan berkembangnya pabrik gula merah dan pabrik kecap, masyarakat di Selatan Jawa mulai mengembangkan pengolahan kambing dengan menambahkan kecap, tomat dan kubis. ’’Inilah yang kita kenal sebagai tongseng,’’ kata Arie saat ditemui di sela-sela acara ”Pelestarian Warisan Kuliner Nusantara’’ yang digelar Kecap Bango, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Arie menambahkan, cikal bakal tongseng dipercaya berasal dari Kecamatan Klego, Boyolali. Dulu, masyarakat Klego adalah bertani. Akan tetapi karena hasil bertani tidak bisa mencukupi kebutuhan, mereka akhirnya beralih profesi menjadi penjual sate dan tongseng.
’’Itu terjadi sampai saat ini. Bahkan kita bisa menemukan Patung Sate Tongseng yang menunjukkan kebanggaan masyarakat pada hidangan ini,” kata Arie.
Penyebaran tongseng, lanjutnya, diikuti keragaman bumbu dan penyajian yang sedikit dimodifikasi tapi tetap berakar pada cita rasa otentik. ’’Di tengah keragaman tongseng, ada satu yang menjadi ciri khas yaitu penggunaan kecap dan penambahan kubis dan kol,” ucap Arie.
Dalam acara tersebut, Bango menghadirkan beberapa legenda tongseng. Yang pertama, berasal dari Bantul dengan sebutan ’’Tongseng Petir’’. Sang penjual, Sutiyarno, mengatakan dirinya merupakan generasi ketiga yang berjualan sate dan tongseng kambing.
’’Ciri khas tongseng saya itu adalah adanya level pedas. Orang bisa milih dari level PAUD yang gak pakai cabe, hingga level profesor yang pakai cabe paling sedikit 50,” ujarnya menjelaskan.
Legenda kedua adalah ’’Tongseng Kicik Pak Jede’’, salah satu menu unggulan dari Warung Sate Klatak Pak Jede di Sleman. Keunikan tongsengnya adalah tidak berkuah, dan dagingnya sangat empuk.
’’Kami sudah generasi lanjutan yang mengembangkan Warung Sate Klatak Pak Jede. Cara pengolahannya sama saja dengan tongseng biasa, hanya kami memasak hingga kuahnya habis. Kami juga sering menambahkan sandung lamur untuk memperkuat rasa dagingnya,” papar Haris, Bagian Pemasaran Warung Sate Klatak.
Legenda yang ketiga adalah ’’Tongseng Pondok Sate Kambing Muda Pejompongan’’ asal Jakarta. Usaha yang dibangun dari 1994 oleh Sukatni ini memiliki kekhasan yaitu penggunaan nenas pada saat penumisan. ’’Penggunaan nenas selain membuat daging empuk tapi bisa juga menurunkan kolesterol pada daging kambing,” kata Sukatni.
Dalam kesempatan tersebut, Head of Marketing Savoury and Spread PT Unilever Indonesia, Tbk. Meila Putri Handayani, mengungkapkan, tongseng adalah kuliner yang memiliki sejarah yang luar biasa. Pengolahannya memadukan teknik menumis dan merebus.
’’Dengan pengolahan yang tepat, tongseng akan menjadi alternatif masakan bagi ibu-ibu di rumah,” kata Meila. (aan)