Ternyata, 50 Persen Kasus Infertilitas Disebabkan Pria

Infertilitas

Release Insider | JIKA dalam waktu satu tahun segala upaya memiliki anak sudah dilakukan namun tak jua berhasil, ini bisa disebut infertilitas. Dan ternyata, 50 persen kasus infertilitas disebabkan oleh pria. Seperti apa?

Menurut dr Sigit Solichin, SpU, salah satu dokter klinik Urologi RS Bunda Jakarta, infertilitas merupakan masalah yang melibatkan kedua belah pihak pasangan.

’’Dari semua pasangan yang menikah, 25 persennnya terdata tidak dapat menghasilkan keturunan, dan 50 persen dari jumlah itu disebabkan oleh pihak pria,” kata Sigit dalam diskusi kesehatan bertajuk ’’Pilihan Pekerjaan bisa Berdampak pada Infertilitas Pria’’ di RS Bunda Jakarta, Jumat (12/8).

Lebih lanjut Sigit memaparkan, infertilitas pada pria merupakan proses yang sangat kompleks. Untuk terjadi kehamilan, dibutuhkan sperma yang sehat dan cukup. Prosesnya dimulai sejak awal masa pubertas di mana sedang terjadi pertumbuhan organ reproduksi pria.

’’Setidaknya salah satu dari dua testikel harus berfungsi normal disertai produksi testoteron dan hormon-hormon lain yang menstimulasi produksi sperma,” papar Sigit.

Dari seluruh penyebab infertilitas pada pria, Sigit menjabarkan bahwa kasus verikokel ada ditingkat teratas, yaitu 15,6 persen. ’’Verikokel adalah suatu kondisi di mana pelebaran pembuluh darah vena pada testis, sehingga suhu yang mendukung untuk memproduksi sperma yang baik, tidak dapat dipenuhi,” ungkap Sigit.

Konsultan RS Bunda dan dosen di FK UI dr Kasyunnil Kamal, MS, SpOk, menjelaskan bahwa penyebab infertilitas pada pria ada empat, yaitu penyebab kimia, fisika, psikologi, dan campuran. ’’Gangguan tersebut didapatkannya dari pilihan pekerjaan mereka,’’ ujarnya menambahkan.

Gangguan tersebut bisa diketahui dari pemeriksaan fisik maupun wawancara yang dilakukan pada pasien. Dari situ, kata Kasyunnil, akan diketahui penyebab terjadinya infertilitas.

’’Misalnya pada pekerja yang memiliki peluang terpapar bahan kimia, seperti profesi tukang las. Pasien dengan profesi tukang las berpeluang terpapar panas, logam berat, dan kebisingan yang dapat memengaruhi kualitas sperma,” papar Kasyunnil.

Contoh lainnya yang diungkap oleh Kasyunnil adalah pengemudi kendaraan baik motor ataupun mobil. Dalam kondisi seperti ini, organ reproduksinya terpapar secara langsung oleh getaran dan efek panas karena harus duduk dalam waktu lama.

’’Itu belum ditambah dengan efek emosional karena kemacetan. Atau pada pekerja kantoran, karena tekanan dari lingkungan kerjanya,” ucap Kasyunnil.

Meski demikian, baik Kasyunnil maupun Sigit menjelaskan bahwa gangguan akan muncul jika terjadi dalam waktu yang cukup lama. ’’Untuk menghasilkan sperma, organ reproduksi pria membutuhkan waktu 72 hari ditambah 15 hari. Jadi bukanlah kondisi beberapa jam sebelum berhubungan,’’ kata Sigit.

Memang, hawa panas juga dapat menurunkan kualitas sperma, lanjut Sigit, sehingga untuk pria yang akan berhubungan sebaiknya tidak melakukan kontak dengan hawa panas. Misalnya, jangan sauna sebelum berhubungan.

Untuk pengobatan pada infertilitas, menurut Kasyunnil, baru bisa ditentukan setelah adanya pemeriksaan yang berulang.

’’Diagnosis infertilitas pada pria meliputi pemeriksaan fisik secara menyeluruh, lalu dilanjutkan dengan analisis cairan sperma. Sebagai contoh, pada kasus ejakulasi retrograde akan dilakukan pemeriksaan urin pasca ejakulasi apakah mengandung sperma atau tidak,” jelas Kasyunnil.

Tes untuk infertil ini membutuhkan biaya yang tidak murah dan tidak ditanggung asuransi. Karena itu, membutuhkan rencana keuangan yang tepat.

’’Pada dasarnya infertilitas pria dapat ditangani, namun sebaiknya memang dilakukan tindakan pencegahan. Sebab, biaya yang dibutuhkan untuk melakukan rangkaian tes dan terapinya tidaklah murah. Jika untuk beberapa kasus, yang tidak berhasil, pilihan untuk memiliki keturunan hanyalah teknik reproduksi berbantu,” kata Kasyunnil.

Menurut Kasyunnil, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah infertilitas, yakni gaya hidup sehat. Jika profesinya berkaitan dengan paparan kimia, usahakan untuk selalu menghindari kontak langsung dengan bahan kimia.

’’Selalu mencuci tangan jika hendak makan, minum maupun merokok, setelah bersentuhan dengan bahan kimia. Bahkan pakaian yang dipakai saat kontak langsung jangan dibawa pulang ke rumah atau jika pun harus dicuci di rumah, pisahkan dengan pakaian lainnya,” kata Kasyunnil. (aan)