Release Insider | DI era digitalisasi seperti saat ini, setiap sektor bisnis maupun lembaga dan organisasi, perlu memiliki konten. Sebab, konten adalah raja. Konten yang bagus mampu menjadikan sesuatu memiliki value tinggi.
Bagaimana menciptakan konten yang baik? Berdasarkan pengalaman saya sebagai jurnalis selama kurang lebih 15 tahun, tidak semua orang bisa membuat konten dengan baik, yakni konten dari sudut pandang pelanggan atau biasa disebut customer experience.
Beberapa konten dalam bentuk press release yang saya terima, cenderung ’’memaksakan’’ alur promosi sebuah produk atau jasa tanpa mempertimbangkan kebutuhan si pembaca. Padahal, setiap orang memiliki minat yang beragam. Alhasil, tak sedikit konten yang diabaikan pembaca gegara tak memiliki minat tersebut.
Baca juga: Bukan Sekadar Release, Fungsi Public Relation Bermutasi Dramatis
Saya ingat, bagaimana awal meniti karir sebagai jurnalis di Jawa Pos Group, kebijakan redaksi adalah setiap tulisan harus dibuat dengan bahasa yang sederhana dan menggunakan gaya bertutur. Padahal, mungkin waktu itu, di awal 2000-an, gaya penulisan seperti ini kurang populis, bahkan dianggap berselera ’’rendah’’ dan cocoknya untuk kalangan kelas menengah-bawah.
Akan tetapi, populis atau tidak, berselera rendah atau tinggi, gaya tulisan seperti itu justru menjadi ’’santapan’’ pembaca yang dapat dengan mudah memahaminya. Pesan dalam tulisan pun tersampaikan dengan baik.
Hingga saat ini, gaya tulisan seperti itu masih diterapkan Jawa Pos untuk setiap konten berita, bukan sekadar artikel atau features. Yang saya rasakan, sekarang, ketika pengguna internet makin tinggi dan masing-masing orang memiliki media (social media), gaya bahasa bertutur lah yang paling disukai pembaca karena lebih ’’greget’’. Orang sekarang lebih mengenalnya dengan istilah ’’Story Telling’’.
Baca juga: Pengalaman Pelanggan Menentukan Masa Depan Suatu Perusahaan
Nah, dari sini saya menilai, konten yang dibuat oleh perusahaan, lembaga pemerintah, atau organisasi yang ada di Indonesia, kebanyakan ’’mubadzir’’. Hal ini kembali pada apa yang saya sampaikan di atas, yakni terjadi pemaksaan alur promosi.
Anda masih bingung? Baiklah, mari kita ambil contoh salah satu produk mobil dari Jepang (tak perlu saya sebutkan merek), membuat konten tentang produk barunya. Dalam konten tersebut, pihak perusahaan begitu ’’jor-joran’’ menyampaikan spesifikasi produk barunya mulai dari indoor hingga outdoor, dari fitur hingga harga.
Bagi sebagian kalangan, misalnya pencinta otomotif atau pembaca yang memang membutuhkan mobil baru, hal ini mungkin akan bermanfaat dan menambah literasi mereka tentang kendaraan roda empat. Namun, coba pertimbangkan juga pembaca yang sama sekali tidak suka otomotif dan belum membutuhkan mobil baru.
Boleh saja Anda mengabaikan kelompok pembaca ini, karena pastinya perusahaan sudah menetapkan target pasar. Akan tetapi, tidak ada salahnya untuk membuat mereka juga tertarik akan ulasan yang ada dalam konten tersebut. Siapa tahu, dari ketiadaan minat akhirnya mereka jadi ingin mempelajari lebih lanjut. Atau, yang tadinya belum mau beli mobil baru, akhirnya malah mempertimbangkannya.
Baca juga: Tren Digital Marketing di Indonesia Segera Geser Pemasaran Konvensional
Di sinilah pentingnya Anda merancang sebuah konten yang bisa merangkul semua kalangan. Hanya dengan sebuah konten yang bagus, apapun bisnis Anda, dapat membantu menarik pelanggan.
Buang jauh-jauh pemikiran, ’’Ini bukan tugas saya, karena saya bukan penulis!’’. Saya bisa bilang, setiap orang bisa kok menulis, tinggal maunya saja.
Di sini, saya ingin berbagi tips menulis konten yang baik, terutama bagi Anda yang baru memulai bisnis kecil-kecilan (start up):
Mengakrabkan merek
Konsistensi merupakan kunci utama suksesnya pemasaran konten (content marketing). Artinya, Anda perlu mempublikasikan konten-konten ’’segar’’ secara reguler dan menciptakan kesempatan sebanyak-banyaknya bagi target pasar untuk mengenal merek produk Anda. Intinya, Anda perlu mengakrabkan merek dengan pasar sehingga mereka akan menyimpannya dalam pikiran.
Membangun identitas
Marilah kita ambil contoh, usaha Anda bergerak di bidang kuliner. Jika di kawasan tempat Anda membangun usaha tersebut terdapat puluhan kuliner lain, jangan langsung patah arang. Belum tentu usaha kuliner yang lain menyediakan informasi yang bermanfaat dan mendidik untuk masyarakat.
Misalnya, Anda membuat konten terkait makanan sehat. Buatlah tulisan seperti tips memilih makanan yang sehat dengan narasumber yang bisa dipercaya, ahli gizi, misalnya. Dengan demikian, Anda bisa mendapatkan reputasi sebagai pengusaha kuliner berkualitas, termasuk produk yang Anda sajikan.
Mendorong pelanggan mengambil tindakan
Banyak masyarakat yang butuh waktu lama mempertimbangan, sebelum akhirnya memutuskan jadi pelanggan setia, itu adalah hal yang wajar. Di sini lah letak tantangannya. Buatlah konten yang bisa mendorong mereka segera mengambil tindakan.
Caranya simpel, Anda cukup menuliskan statement orang lain yang sudah menjadi pelanggan setia. Tapi ingat, jangan terlalu berlebihan karena hanya akan menimbulkan kesan negatif. Selain menuliskan konten berdasar pengalaman pelanggan, Anda juga perlu menuliskan evaluasi produk, misalnya tentang jumlah penjualan dan tingkat komplain.
Konten yang ’’sharable’’
Ketika Anda menuliskan konten, pastikan hal tersebut mudah untuk dishare di media sosial (sharable). Konten harus berisi informasi segar dari berbagai topik, tak hanya yang berkaitan dengan produk usaha Anda.
Akan lebih bagus jika Anda memiliki website sendiri. Kenapa? Setiap konten yang disebarkan melalui media sosial nantinya bisa mengakses langsung ke website (backlink) begitu ada pelanggan yang membacanya. Dengan begitu, lalu lintas website Anda pun akan ikut naik. Hal ini dapat meningkatkan peringkat di mesin pencari sehingga memungkinkan pelanggan potensial menemukan bisnis Anda.
Jangan lupa untuk membuat website Anda tetap segar dengan menampilkan konten-konten yang informatif untuk pembaca. Sebab, boleh dibilang website akan membentuk kesan pertama para pelanggan. Website yang jarang diperbarui isi kontennya, jelas tidak menarik dan terkesan kurang profesional. (inx)