Mengenal Pokok Penting Tax Amnesty

Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak

Release Insider | UNDANG-Undang (UU) Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty, telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 1 Juli kemarin. Pada dasarnya, UU tersebut menegaskan bahwa segala bentuk utang atau tunggakan pajak, dihapuskan.

Bukan itu saja, pajak yang seharusnya terutang tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di biang perpajakan. Menurut UU ini, setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak.

Meski begitu, ada beberapa pengecualian. Yakni Wajib Pajak yang sedang menjalani penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan; dalam proses peradilan; atau menjalani hukuman pidana, atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

’’Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak,” demikian bunyi Pasal 3 ayat (4) UU ini.

Lalu, bagaimana cara mengikuti program Tax Amnesty?

Menteri Kuangan Bambang Brodjonegoro dalam keterangan persnya, menegaskan Wajib Pajak yang mengikuti pengampunan pajak harus mengungkap harta bersihnya yang tidak pernah dilaporkan di dalam surat pemberitahuan tahunan. Laporan itu harus dibuat selengkap mungkin dilampiri bukti-bukti valid terkait harta yang dimilikinya, semisal rekening bank, sertifikat rumah, dan lain-lain.

Selain itu, Wajib Pajak harus membayar uang tebus jika ingin mengikuti tax amnesty. Cara menghitungnya adalah tarif tebusan dikalikan dengan harta bersih. ’’Harta bersih merupakan harta tambahan yang tidak ada di SPT, dikurangi utang ihwal perolehan harta dan belum dilaporkan di SPT,’’ ujarnya menjelaskan.

Setelah menyampaikan surat pernyataan harta untuk pengampunan pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak, Wajib Pajak akan mendapatkan surat keterangan pengampunan pajak yang dikirimkan ke alamat Wajib Pajak dalam 10 hari kerja.

Bambang juga menerangkan, syarat untuk mengikuti tax amnesty adalah memiliki nomor pajak wajib pajak (NPWP), membayar uang tebusan, telah melaporkan SPT tahun pajak terakhir, dan melunasi seluruh tunggakan.

’’Bagi yang tidak punya NPWP, sebaiknya bikin dulu NPWP. Dijamin akan cepat,’’ ucapnya.

Tarif Uang Tebusan
Tarif uang tebusan, dalam UU Pengampunan Pajak, terbagi dalam beberapa kategori. Untuk harta yang berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau atau di luar wilayah yang dialihkan ke dalam wilayah NKRI dan diinvestasikan di dalam wilayah NKRI dalam jangka waktu paling singkat tiga tahun terhitung sejak dialihkan, besarannya sebagai berikut:

a. 2 persen untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku;

b. 3 persen untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak UndangUndang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan

c. 5 persen untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.

Adapun tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di luar wilayah NKRI dan tidak dialihkan ke dalam wilayah NKRI adalah sebesar:

a. 4 persen untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku;

b. 6 persen untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak UndangUndang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016;

c. 10 persen untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017.

Sementara, tarif Uang Tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4,8 miliar pada Tahun Pajak Terakhir, menurut UU Nomor 11 Tahun 2016 ini, adalah sebesar:

a. 0,5 persen bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp10 miliar dalam Surat Pernyataan

b. 2 persen bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih dari Rp10 miliar dalam Surat Pernyataan, untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan 31 Maret 2017. (inx)