
Release Insider | PAMOR ”Wonderful Indonesia” terus meroket di mata dunia internasional. Bahkan, sebuah media yang sudah menjadi guidance bagi industri pariwisata, Travel Weekly Asia, menobatkan branding ”Wonderful Indonesia” sebagai The Best Destination Marketing 2016.
Travel Weekly pertama terbit di USA pada 1958 yang kemudian dikembangkan ke Asia dengan nama Travel Weekly Asia. Media juga didistribusi ke Tiongkok dengan label Travel Weekly China. Media yang berpusat di USA itu juga berkembang di Amerika Utara.
Penghargaan itu diserahkan langsung oleh President Travel Group Northstar, Robert G. Sullivan, dalam acara Honorarium the Best in the Travel Industry, di Lt 35 Mandarin Orchard, Singapura, Senin (17/10). Penghargaan diterima oleh Asdep Pengembangan Pemasaran Mancanegara Wilayah ASEAN, Rizki Handayani Mustafa, mewakili Menteri Pariwisata Arief Yahya yang berhalangan hadir.
Gebrakan yang dilakukan Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dalam mempromosikan seluruh destinasi wisata Tanah Air melalui jargon ”Wonderful Indonesia”, rupanya mampu menuai hasil yang mencengangkan. Caranya memasarkan, dianggap jago dan juara. Seperti apa?
Yang pertama dan perlu menjadi sorotan adalah strategi promosi dengan Branding Advertising Selling (BAS). Strategi ini begitu gencar dilakukan di seluruh dunia selama 2015 hingga medio 2016. Tak heran jika akhirnya, pamor ”Wonderful Indonesia” naik kelas.
Catatan World Economic Forum (WEF) Travel and Tourism Competitiveness Index naik. Dari posisi NA (Not Available) atau tidak ada dalam daftar 144 negara, langsung melompat ke peringkat 47 besar dunia. Ini tidak mungkin terjadi tanpa perencanaan matang.
Lalu yang kedua, langkah memasarkan dulu destinasi yang sudah siap dan lengkap dengan 3A-nya, yakni Atraksi, Akses dan Amenitas. Pada tahun pertama, Menpar menggeber tiga Greaters; Bali, Jakarta, dan Kepri (Batam-Bintan).
”Karena, dari tiga pintu itulah 90 persen wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia. Ketiganya memang paling siap dengan 3A tersebut,” ujar Menpar Arief Yahya dalam banyak kesempatan.
Setelah tiga Greaters melambung, branding ”Wonderful Indonesia” menanjak terus, Arief Yahya yang Mantan Dirut PT Telkom Indonesia itu, meneruskan strateginya dengan meluncurkan ”10 Bali Baru” sebagai top destinasi unggulan.
Mengapa harus memprioritaskan membuat ”10 Bali Baru”? Jawabnya, demi menembus target 20 juta wisatawan mancanegara (wisman) pada 2019 mendatang.
Ya, target yang diminta Presiden Joko Widodo lantas dibreakdown sehingga ketemu jumlah amenitas yang dibutuhkan. Seperti, berapa kamar hotel, berapa convention center, berapa jumlah restoran, café, dan tempat MICE?
Lalu, berapa Akses yang harus disiapkan? Kapasitas airlines, daya tampung airport, berapa panjang dan lebar jalan yang dibutuhkan untuk mobilitas wisman? Berapa Atraksi yang harus dibangun, agar jumlah 20 juta itu bisa menikmati culture, nature, dan manmade-nya?
Dari situ ketemu rumus: harus dikembangkan destinasi baru, atraksi baru, akses baru dan amenitas baru lagi.
”Saya selalu berawal dari akhir. Berpikir dari ujung. Berangkat dari proyeksi, lalu harus dengan cara apa untuk merebut target itu,” jelas Menpar Arief Yahya.
Strategi ketiga yang dilakukan Menpar adalah deregulasi di sektor kepariwisataan. Salah satu hasilnya adalah pencabutan cabotage untuk cruise, sehingga kapal pesiar dengan bendera asing boleh menaikturunkan penumpang di pelabuhan di Indonesia. Ada lima pelabuhan yang sudah membuka cabotage itu, dari Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Benoa, dan Makassar.
Deregulasi lain adalah CAIT – Clearance Approval for Indonesian Territory, yang membuat yachts harus mengurus izin tiga minggu untuk sailing ke perairan Indonesia. Saat ini sudah dicabut dan diganti dengan CIQP biasa, Clearance, Immigration, Quarantine, dan Port saja.
”Sekarang tinggal tiga jam saja, dan benchmark-nya Singapura, hanya cukup satu jam. Kami menuju ke sana,” kata Arief Yahya penuh optimistis.
Pertanyaan berikutnya yang juga selalu mengendap di pikiran banyak pihak adalah: Dengan cara apa merebut target 20 juta itu? Memasang target dari 9,3 juta 2014 menjadi 20 juta 2019?
Naik double atau 100 persen hanya dalam lima tahun? Sedangkan 2015 saja pertumbuhan turis dunia hanya 4,4 persen? ASEAN hanya naik 7,9 persen, Singapura hanya 0,5 persen, Malaysia -7,3 persen, dan Indonesia pada 2015 hanya 10,3 persen. Kalkulator-nya cap apa sehingga berani menerima tantangan akan naik 100 persen itu?
Menpar Arief Yahya tetap pede, bahwa target itu bisa diraih. Ada tiga fokus utama yang membuatnya yakin. Pertama, go digital be the best. Menggunakan digital dalam semua aspek, dari pemasaran, sampai ke industri pariwisata.
”More digital more personal, more digital more global, more digital more professional,” katanya.
Kedua, perkuat akses direct flight menuju Indonesia. Ketiga, program 100.000 homestay dengan arsitektur nusantara yang diharapkan bisa menjadi atraksi budaya yang khas sekaligus amenitas baru yang cepat dan murah. (inx)