Release Insider | LIMBAH radioaktif dari penggunaan bahan bertenaga nuklir, memang kerap menjadi momok menakutkan masyarakat. Saat ini, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) yang bertugas sebagai lembaga pengolah limbah tersebut.
Batan telah berhasil mengembangkan teknologi yang secara efektif dapat digunakan untuk pengolahan limbah radioaktif. Menurut Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto, saat ini fasilitas instalasi pengelolaan limbah radioaktif Batan disebut-sebut terbaik di Asia Tenggara.
Meski begitu, Djarot menyarankan agar pengelolaan limbah radioaktif sebaiknya tidak hanya tersentralisasi di Batan. Terlebih jika kelak Indonesia memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
’’Harus ada kerja sama dengan pihak lain untuk pengelolaannya,” kata Djarot di sela-sela Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah XIII, di gedung pertemuan Universitas Indonesia, Jl. Salemba Raya, Jakarta Pusat, Rabu (5/9).
Djarot menjelaskan, limbah radioaktif dihasilkan dari berbagai aktivitas proses dari sejak penambangan di alam, pengolahan hingga penggunaannya untuk berbagai tujuan. Pada tahap penambangan limbah, radioaktifnya dapat berupa bahan sisa proses pemisahan antara unsur radioaktif dengan unsur lain yang tidak dikehendaki (unsur ikutan).
’’Limbah yang dihasilkan pada tahap tersebut masih dalam kategori aktivitas rendah,’’ ucapnya.
Sementara, limbah radioaktif dalam kategori aktivitas sedang, dihasilkan pada tahap pengolahan bahan nuklir dari bahan baku menjadi bahan siap pakai, dan bahan lain yang terkontaminasi unsur radioaktif yang sudah tidak digunakan lagi. Sedangkan limbah dengan aktivitas tinggi dihasilkan dari bahan bakar bekas reaktor, sumber radioaktif bekas, dan bahan/peralatan yang terkontaminasi bahan radioaktif dengan aktivitas tinggi.
Di Indonesia, limbah radioaktif dihasilkan dari aktivitas penelitian, pengembangan (litbang) dan pemanfaatan bahan nuklir yang dilakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan lembaga litbang lainnya, industri pertambangan, industri baja, industri kimia, industri farmasi, industri kosmetik dan kegiatan di rumah sakit yang terkait dengan pemeriksaan medis dan terapi penyakit.
Jumlah pemegang izin penggunaan unsur radioaktif dan izin pengoperasian instalasi nuklir di Indonesia saat ini sudah mencapai lebih dari 7.000. Seluruh pemegang izin tersebut berpotensi menghasilkan limbah radioaktif.
Limbah yang tidak diolah dan dibuang sembarangan akan menyebabkan kontaminasi atau pencemaran terhadap pekerja, lingkungan dan masyarakat yang berada di sekitarnya. Berdasarkan wujud atau bentuknya diklasifikasi menjadi tiga jenis limbah radioaktif, yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas.
Sedangkan berdasarkan aktivitasnya limbah radioaktif dikelompokkan menjadi limbah aktivitas rendah, sedang dan aktivitas tinggi. Bentuk dan tingkat aktivitasnya sangat menentukan dalam pemilihan proses pengolahan, bahan pengemas dan lokasi penyimpanannya.
Tugas dan fungsi Batan sebagai pengelola limbah radioaktif ini didukung oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). Lembaga ini memiliki fungsi sebagai badan regulasi dan menjalankan fungsi pengawasan terhadap penggunaan bahan nuklir di Indonesia.
Sebagai badan pengawas, Bapeten wajib melakukan pengawasan terhadap para pengguna unsur radioaktif dan instalasi nuklir untuk mencegah terjadinya kelalaian dan adanya kesengajaan untuk tidak mengelola limbah yang dihasilkan secara benar.
Ekstra Hati-Hati
Kepala Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, Tri Edhi Budhi Soesilo, mengatakan, pengolahan limbah radioaktif harus dilakukan ekstra hati-hati. Jangan sampai limbah ini terlepas dan mencemari lingkungan karena bisa merusak biota dan berdampak jangka panjang mengancam kesehatan manusia.
Ia menjelaskan, dampak paparan limbah radioaktif ke organ tubuh berbeda-beda. Gejalanya pun beragam, dan dampak itu baru muncul puluhan tahun kemudian.
’’Karena itu, sekecil apa pun limbahnya ya bahaya. Perlu prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya,” kata Tri.
Tri mencontohkan kasus Bhopal dan Chernobyl, yang sampai hari ini masih berdampak, antara lain kerusakan sumsum tulang, dan kejadian leukimia. ’’Limbah ini akan mencemari rantai makanan dan ketika dikonsumsi manusia juga akan berdampak buruk,” ujarnya. (ncy)