Release Insider | JANGAN abaikan kanker serviks! Dari penelitian WHO, sejak 2000-2012, usia wanita terkena kanker serviks semakin muda, yakni di kisaran umur 21-22 tahun.
Di Asia Tenggara, Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara dengan jumlah kanker serviks terbanyak. Setiap hari, 26 wanita Indonesia meninggal karena kanker serviks.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap masalah ini, PTT Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP) kembali bekerja sama dengan Dompet Dhuafa. PTTEP menggelar kegiatan sosial untuk memfasilitasi pemeriksaan dini pada kanker serviks.
Menurut General Affairs Manager PTTEP Afiat Djajanegara, tindakan skrining kanker serviks secara umum belum tersedia di pusat kesehatan primer Indonesia.
”Dalam penyaluran CSR PTTEP, yang bekerja sama dengan Dompet Dhuafa, kami berharap bisa membantu mengurangi risiko jumlah kematian akibat kanker serviks, dengan membantu menyediakan alat untuk skrining sitologi serviks dan ulasan asam asetat,” kata Affiat saat Seminar Nasional Cegah Kanker Serviks Dengan Deteksi Dini di Rumah Sakit Jakarta, Senin (13/3).
Untuk mengurangi tingginya tingkat kematian yang disebabkan kanker serviks, PTTEP bersama Dompet Dhuafa menyediakan alat deteksi dini serviks Femicam, laptop, dan printer kepada 15 bidan inspiratif.
Direktur Dompet Dhuafa Social Enterprise Yuli Pujihardi, menyatakan pemberian alat deteksi dini ini dalam rangka memperingati ulang tahun Gerai Sehat Rorotan ke-2, sekaligus peringatan Hari Kanker Internasional pada 4 Februari dan Hari Perempuan Nasional pada 8 Maret.
”Selain memberikan alat kepada 15 Bidan Inspiratif, yang dipilih dari 1.106 bidan melalui seleksi yang kami lakukan bersama Ikatan Bidan Indonesia (IBI), kami juga memberikan kajian, pendidikan dan pelatihan kepada para peserta seminar. Tentu saja dengan melakukan ini, kami harapkan bisa mengurangi tingkat kematian akibat kanker serviks,” ucap Yuli.
Diakui oleh perwakilan IBI Bidan Indra, yang sering terjadi, kasus kanker serviks selalu terdiagnosa terlambat. Berbagai penyebab, bisa menyebabkan gejala kanker serviks tidak terdeteksi.
”Kanker Serviks memang tidak memiliki gejala awal dan relatif susah diketahui. Secara umum, yang sering terjadi hanyalah bercak darah berwarna merah yang keluar saat berhubungan badan atau keluarnya cairan yang berbau amis dari vagina. Tapi si penderita biasanya tidak merasakan sakit yang berarti,” papar Indra.
Indra menambahkan, jika gejala kanker serviks sudah diketahui sejak dini, maka kemungkinan penyembuhannya dapat 100 persen. Tapi jika sudah menginjak stadium 2, 3 atau 4, maka yang persentasenya akan semakin rendah.
”Jika sudah stadium 3 atau 4, kami hanya bisa memperpanjang masa hidup penderita, karena proses penyembuhannya sudah semakin sulit,” ucap Indra.
Dengan adanya paket Femicam, diharapkan, pemeriksaan awal pada wanita sudah bisa membantu untuk mendiagnosa apakah wanita itu terpapar kanker serviks atau tidak.
”Dengan menggunakan Femicam, petugas medis akan lebih akurat dalam melakukan diagnosa menggunakan asam asetat. Jika ada persentase kecenderungan serviks, maka pemberian asam asetat akan menyebabkan perubahan warna. Dengan Femicam, kami bisa mendapatkan hasil foto yang tentu saja jauh lebih akurat daripada hanya mengamati dengan mata telanjang,” tambah Indra.
Ia juga mengatakan, pemeriksaan ini tidak sakit dan tidak membutuhkan waktu lama, sehingga tidak perlu ada kekhawatiran bagi wanita untuk melakukan pemeriksaan dini.
”Tidak ada batas minimal umur bagi wanita untuk melakukan pemeriksaan serviks, asal sudah melakukan hubungan badan, sebaiknya wanita melakukan pemeriksaan di pusat-pusat kesehatan,” kata Indra.
Jika setelah pemeriksaan dilakukan dan ternyata wanita tersebut terdiagnosa kanker serviks, Yuli menyatakan, rumah sakit milik Dompet Dhuafa yang berlokasi di Bogor dan di Lampung, akan memberikan pengobatan sesuai dengan hasil diagnosa ahli kesehatan.
Masa Terberat
Harapan besar terkait berkurangnya penderita kanker serviks juga disampaikan pendiri Yayasan Komunitas Taufan Yeni Dewi Mulyaningsih. Pendiri yayasan yang namanya diambil dari anak ke-3 nya yang terdiagnosa kanker darah atau leukeumia, ini sangat menyadari bahwa pencegahan dan deteksi awal akan kanker sangat penting.
”Yang terberat dari penyakit kanker adalah masa penyembuhannya, yaitu saat penderita sudah melewati masa perawatan di rumah sakit,” ujarnya.
Kendala akan semangat dan materi yang sudah terkikis saat perawatan awal di rumah sakit, imbuhnya, adalah hal utama yang dirasakan penderita dan keluarganya.
”Padahal, penderita kanker sangat membutuhkan dukungan penuh dari keluarga dan lingkungan terdekatnya,” kata Yeni dengan suara sengau terbayang akan anaknya.
Yayasan Komunitas Taufan, menurut Yeni, berfokus pada kebutuhan dasar penderita kanker, yaitu konseling, biaya transportasi saat rawat jalan, alat penunjang kesehatan dan kegiatan interaktif langsung.
”Kami melakukan bantuan secara bertahap sehingga donasi yang masuk melalui yayasan dapat memberikan efek maksimal pada penderita. Dan kami mengajak pada simpatisan dan donatur untuk terlibat aktif dalam kegiatan menyokong penderita,” ucap Yeni.
Dirinya mengharapkan, wanita Indonesia harus sadar dan mau untuk secara rutin memeriksa alat reproduksinya sehingga dapat mencegah atau mengurangi angka penderita kanker serviks di Indonesia. (aan)