Hutan Sagu yang Mulai Tergerus Modernisasi

hutan sagu

HUTAN sagu di Indonesia bagian timur sebenarnya memiliki potensi besar untuk menjadi kunci kesejahteraan masyarakat di sana. Sayangnya, potensi tersebut belum digarap maksimal. Bahkan, keberadaan hutan sagu saat ini mulai tergerus modernisasi.

Ya, secara perlahan hutan sagu mulai berubah wujud. Pembangunan yang marak terjadi mampu menyulap lahan sagu menjadi jalan-jalan, rumah toko, dan produk properti lainnya.
Padahal, tanaman sagu banyak manfaatnya bagi kehidupan masyarakat di wilayah Indonesia bagian Timur. Tidak hanya dapat menjadi bahan pangan utama, daun sagu juga bisa dijadikan sebagai atap rumah tradisional.

Menurut Bambang Hariyanto, Peneliti Utama di Pusat Teknologi Agroindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Indonesia memiliki 90 persen luasan sagu di dunia, dengan 85 persennya terdapat di Provinsi Papua dan Papua Barat. Ini artinya Indonesia memiliki hutan sagu terluas di dunia.

’’Dengan fakta tersebut, pemerintah seharusnya dapat melihat ini sebagai kesempatan untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen sagu terbesar di dunia. Selain itu, menjadikannya komponen utama untuk menyejahterakan rakyat di Indonesia bagian timur,’’ ujar Bambang Hariyanto.

Pohon sagu atau sago palm (Metroxylon sagu) adalah tanaman asli Indonesia yang menjadi sumber karbohidrat utama. Bahkan sagu juga dapat digunakan sebagai makanan sehat (rendah kadar glikemik), selain dapat dipakai untuk bioethanol, gula untuk industri makanan dan minuman, pakan ternak, industri kertas, farmasi, dan lainnya.

Dari data yang dikutip dari situs resmi Kementerian Pertanian, disebutkan bahwa pohon sagu yang hidup di hutan alam Indonesia mencapai 1,25 juta hektare (ha). Selain di Papua, pohon sagu juga terdapat di Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Kepulauan Riau, dan Kepulauan Mentawai.

Mayoritas pohon sagu terdapat di Papua dan Papua Barat dengan luasan lahan 1,20 juta ha, serta 50 ribu ha di Maluku.

Sedangkan pohon sagu yang merupakan hasil semi budidaya (sengaja ditanam/semi cultivation) mencapai 158 ribu ha, dengan rincian 34 ribu ha di Papua dan Papua Barat, di Maluku 10 ribu ha, di Sulawesi 30 ribu ha, di Kalimantan 20 ribu ha, di Sumatera 30 ribu ha, di Kepulauan Riau 20 ribu ha, dan di Kepulauan Mentawai 10 ribu ha.

Sementara sumber lain, yaitu Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), menyebutkan bahwa luas sagu dunia mencapai 6,5 juta ha pada 2014. Dari luas lahan tersebut, Indonesia memililiki pohon sagu seluas 5,5 juta ha dan dari luas lahan tersebut yang berada di Papua dan Papua Barat mencapai 5,2 juta ha.

Kendala Infrastruktur
Saat ini peta industri sagu di Indonesia baru terdapat di Selat Panjang, Kabupaten Meranti, Provinsi Riau untuk wilayah barat. Sedangkan di wilayah Indonesia bagian timur, sentranya terdapat di kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat.

Pohon sagu tumbuh secara alami di hutan Papua dan apabila tidak dimanfaatkan akan mati dengan sendirinya dan potensi tepung sagunya akan terbuang percuma. Namun, karena satu dan lain hal, memang tidak mudah mengembangkan industri sagu di Tanah Air, khususnya di Indonesia bagian timur.

Menurut Bambang, salah satu masalah utama sulitnya pengembangan sagu di Indonesia adalah infrastruktur. Di Papua, warga kesulitan memasok sagu rakyat ke pabrik sagu besar. Sedangkan pabrik sagu besar sulit untuk menyalurkan hasil produksinya keluar.

Akibatnya, biaya logistik bisa mencapai 30 persen dari biaya produksi. Selain itu, masalah ketersediaan listrik di Indonesia bagian Timur juga menjadi kendala lain bagi pengembangan sagu di Bumi Nusantara.

’’Ada juga permasalahan sosial ekonomi, di mana pengolahan sagu di Papua terkena hak hutan ulayat. Artinya, masyarakat perlu mendapat kompensasi dalam setiap pengelolaannya. Untuk hal ini, para pakar berharap pemerintah dapat turut campur tangan melalui kebijakan agar dapat mempermudah pengembangan sagu di Papua,” ucap Bambang.

Kunjungan kerja Presiden Joko Widodo pada akhir 2015 dan awal 2016 lalu ke Papua, juga dibarengi dengan kunjungan ke salah satu pabrik sagu di Provinsi Papua Barat. Kehadiran Presiden tersebut diyakini dapat memberikan secercah harapan bagi masyarakat Indonesia bagian Timur akan keseriusan komitmen pemerintah untuk mengoptimalkan potensi sagu guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia bagian Timur.

Bambang berharap, ke depannya sagu dapat lebih dikembangkan secara optimal. Tidak hanya untuk mendukung ketahanan pangan lokal maupun nasional, tapi juga dapat membuka lapangan kerja lebih luas sehingga mampu mengurangi pengangguran di Papua. (inx)